REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Belajar mengelola keuangan tidak hanya berlaku bagi orang dewasa. Melalui tradisi angpao lebaran, anak-anak sudah bisa diajarkan bagaimana cara mengatur keuangan. Mengajarkan disini tujuannya agar anak bijak dalam menggunakan uangnya.
Saat mendapatkan banyak angpao lebaran dari sanak keluarga dan karib kerabat, biasanya tanpa pikir panjang anak akan meminta orangtuanya untuk membelikan mainan yang dia suka atau makanan kesukaan. Jika tidak dikontrol, tanpa sadar orangtua akan membawa anaknya kepada kebiasaan pemborosan. “Ada kalanya orang tua perlu membantu anak untuk mengelola angpaonya apalagi jika jumlahnya besar,” ujar psikolog keluarga dari Selaras Pesona Indonesia Sahening Dian Ardini kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu. Cara mengajarkannya yaitu orangtua bisa ajak anak untuk membuat prioritas dengan cara menabung sebagian dan membelanjakan yang sebagian. Membelikan celengan lucu bisa memotivasi anak untuk rajin menabung. Dengan demikian anak akan mendapat manfaat baru yaitu mengelola keuangan dan mengelola keinginannya. ------- Republika.co.id Ahad 25 Jun 2017 06:10 WIB Rep: Retno Wulandhari/ Red: Indira Rezkisari
0 Comments
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Anak dan Keluarga, Sahening Dian Ardini, mengatakan kemampuan pengendalian diri sejatinya bisa ditumbuhkan dalam pengasuhan. Setidaknya 70 persen perkembangan kemampuan pengendalian diri anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sementara sisanya dipengaruhi oleh faktor bawaan (Nature).
Menurut Sahening, mengajarkan anak mengendalikan diri bisa dilakukan sejak usia dua tahun melalui pembiasaan sehari-hari. "Misalnya pada saat ia menginginkan sesuatu, ada baiknya orang tua tidak selalu langsung menuruti keinginan anak. Anak akan terlatih untuk menunda kesenangan sehingga berpengaruh terhadap pengaturan emosinya," kata Sahening saat dihubungi Republika.co.id. Orang tua juga perlu bersikap konsisten dalam menerapkan aturan, sehingga anak menjadi lebih mudah untuk mengarahkan perilakunya sesuai dengan harapan lingkungan. Orang tua sebagai role model, tentunya juga perlu membangun dirinya memiliki pengendalian diri yang kuat sebelum mengajarkan kepada anaknya. Anak juga melihat dan meniru perilaku orang tua yang muncul dalam kebiasaan sehari-hari. Sementara itu, pengaruh dari luar dapat diperoleh antara lain misalnya dari lingkungan Sekolah. Anak yang sering mendapatkan tekanan dari teman-temannya atau aturan sekolah perlu mengomunikasikan mengenai perasaan-perasaannya kepada orang tua. Apabila tidak, maka lambat laun akan menjadi bom waktu yang dapat muncul ketika ada faktor pemicu yang cukup kuat. Untuk mencegah anak kesulitan dalam mengendalikan diri, menurut Sahening, sedini mungkin ajarkan kepada anak untuk mengidentifikasi atau mengenali emosi-emosinya. Individu yang dapat mengenali emosinya menjadi lebih peka apabila muncul emosi tertentu dalam dirinya seperti marah, sedih, gembira, takut, dan lainnya. Tahap selanjutnya, ajari anak mengomunikasi perasaannya apabila dia sedang sedih atau marah kepada orang yang bersangkutan. Dengan demikian anak menjadi lega karena dapat mengomunikasikan perasaannya dengan baik tanpa perilaku yang di luar kendali. Selain itu, perlu juga mengajarkan anak untuk berempati sejak dini. Hal ini dapat diajarkan mengenai perilaku-perilaku maupun kata-kata yang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada diri orang lain. Diskusikan pula mengenai kejadian sehari-hari dan bahas dampaknya terhadap diri pelaku maupun orang lain. ------- Republika.co.id Selasa 23 Okt 2018 05:00 WIB Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Orang tua biasanya melakukan berbagai cara agar anaknya mau berpuasa. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan memberi anak hadiah ketika mereka berhasil menjalankan puasa penuh baik satu hari ataupun satu bulan.
Kendati demikian, banyak pula orang tua yang ragu, apakah cara ini mendidik atau tidak? Menurut psikolog keluarga dari Selaras Pesona Indonesia Sahening Dian Ardini, pemberian hadiah untuk melatih anak berpuasa itu diperbolehkan, tetapi orang tua tetap perlu menyadari bahwa hadiah tersebut hanya bersifat sebagai ‘kail’. “Sifatnya hanya untuk memancing terjadinya perilaku yang diharapkan,” ujar Sahening. Sahening menjelaskan, hadiah dapat menjadi penyemangat dari luar diri anak. Namun, dengan pembiasaan yang konsisten dan ketekunan orang tua dalam mengenalkan makna puasa, maka nantinya anak akan lebih bersemangat untuk berpuasa. Sehingga, meskipun sudah tidak ada hadiah, anak tetap akan berpuasa karena anak telah memiliki semangat dari dalam dirinya. --------- Republika.co.id Selasa 23 May 2017 07:07 WIB REP: RETNO WULANDHARI/ RED: INDIRA REZKISARI REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketika momen Lebaran tiba, tidak sedikit para ibu yang merasa kerepotan karena harus ditinggal asisten rumah tangga untuk mudik. Namun, ibu sebaiknya tidak terlalu memusingkan hal itu.
Keabsenan ART bisa dimanfaatkan sebagai ajang untuk mengajarkan anak belajar disiplin dan tanggung jawab dengan melibatkan anak membantu pekerjaan rumah. Mengajarkan anak tentang tanggung jawab dan displin memang sebaiknya dilakukan sejak dini. Karena sifatnya untuk pembelajaran anak, menurut psikolog keluarga dari Selaras Pesona Indonesia Sahening Dian Ardini, melibatkan anak dalam tanggung jawab membantu pekerjaan rumah perlu disesuaikan dengan perkembangan anak. “Orangtua juga harus melihat sejauh mana anak-anak telah dilatih selama ini,” ujar Sahening kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu. Bagi anak balita, Ibu bisa melibatkannya untuk menata mainannya. Ibu juga bisa mengajarkan anak balita untuk mencuci alat makannya sendiri asalkan tempat mencuci disesuaikan ketinggiannya. Untuk anak SD, Ibu bisa melibatkan mereka dalam membersihkan rumah yang tingkat kesulitannya masih sederhana seperti menyapu, mengepel serta menyiram tanaman. Sementara, anak yang sudah duduk dibangku SMP, menurut Sahening, bisa diberi tanggung jawab untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang memerlukan ketelitian dan keterampilan khusus seperti menata pakaian, serta menata persiapan makan untuk keluarga. “Dan bagi anak yang telah mencoba membantu maka tetap hargai usahanya meskipun masih jauh dari standar yang diharapkan orang tua,” ujar Sahening. ---------- Republika.co.id Rabu 21 Jun 2017 04:32 WIB Rep: Retno Wulandhari/ Red: Indira Rezkisari |